Diperiksa Siang hingga Malam, Istri HSB Dicecar 55 Pertanyaan
TARAKAN – Penanganan kasus dugaan penyelundupan balpres ilegal milik oknum polisi Briptu HSB, ditangani penyidik Satreskrim Polres Tarakan. Dua saksi dipastikan sudah diperiksa penyidik, termasuk istri Briptu HSB berinisial H dan pria berinisial M.
Salah satu Tim Penasihat Hukum Briptu HSB, Muhammad Yusuf mengatakan, pemeriksaan kepada kliennya usai dilakukan hingga malam hari pada 10 Mei lalu. Kapasitas H hanya sebagai saksi dalam perkara suaminya.
“Kapasitasnya (istri Briptu HSB) sebagai saksi. Dari siang sampai malam hari, kurang lebih 55 pertanyaan, tapi pokok pertanyaannya kami belum tahu,” jelasnya, Rabu (11/5).
Menurutnya, pihak istri maupun keluarga tetap berkenan mengikuti dan menghargai seluruh sangkaan hukum yang saat ini dijalani. Mesti begitu, pihaknya berharap agar masyarakat dapat memandang permasalahan ini dengan bijaksana. Agar proses hukum yang sedang dijalankan oleh masing-masing pihak dapat berjalan lancar.
Untuk pemanggilan saksi lainnya, diakui Yusuf, belum mendapatkan informasi lebih lanjut. “Informasi yang kami dapatkan pemanggilan sudah ada beberapa orang. Ada inisial M dan beberapa orang lainnya. Ini beda sama yang di Polres Bulungan ya. Ada juga beberapa perwakilan yang menyaksikan BB disita,” ungkapnya.
Di sisi lain, dugaan tambang emas ilegal milik Briptu HSB bersama PT Banyu Telaga Mas (BTM) ternyata turut bermasalah. Sebab pengelolaan tambang milik PT BTM tidak pernah diizinkan pemilik izin usaha kelapa sawit oleh PT Bulungan Surya Mas Pratama (BSMP).
Direktur PT BSMP Rudi mengatakan, awalnya ada permintaan masyarakat melakukan aktivitas tambang emas. Namun hingga kini, pihaknya belum memberikan izin kepada masyarakat maupun PT BTM. Namun berjalannya waktu masuk orang dari luar dan keluar izin tambang di atas area sawit.
“Kami diundang saat itu bersama PT Pipit Mutiara Indah, karena izin tambang yang akan keluarkan itu overlaping untuk rapat Amdal. Dari rapat itu kami menolak, dengan alasan tak ada koordinasi dan pembicaraan. Kami sudah menanam serta menghasilkan sampai saat ini. Investasi kami sudah sangat besar,” tegasnya.
Sekitar tahun 2017 izin Amdal PT BTM sudah keluar untuk menambang. Sehingga pihaknya saat itu sudah mempertanyakan izin Amdal yang sudah keluar. Parahnya lagi, izin Amdal bukan di wilayah kerja PT BTM. Namun pengerukan tambang emas masuk ke wilayah kerja PT BSMP.
“Hal ini membuat kami heran dan bertanya bagaimana soal investasi. Kami membiarkan aktivitas itu dan tak melalukan inventarisir. Karena memikirkan keselamatan pekerja saya. Nanti pas pekerja saya sedang melakukan inventarisir mereka mendapat tekanan atau diapa-apain, kasihan nyawa pekerja saya. Itu yang saya pikirkan,” urainya.
Lahan sawit PT BSMP kini sudah rusak dan habis. Padahal tanaman sawit sudah menanam di area lebih dari 1.000 hektare. Sementara izin perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2005 silam. Persoalan tumpang tindih tersebut sempat dibahas bersamaa Menpolhukam tiga kali, yang dipimpin olej Irjen Pol Karyoto.
“Terakhir keputusannya diserahkan kepada Satgas, dalam hal ini diketuai Sekretaris Provinsi (Sekprov). Itu pun kami tak tahu kelanjutannya. Kan waktu Komisi III DPR RI Rapat di Tarakan sempat marah, karena yang terlibat tak pernah diundang pihak Satgas,” tuturnya.
Akibat aktivitas tambang milik PT BTM, pihaknya mengalami kerugian hingga ratusan miliar rupiah. Dengan estimasi Rp 80 juta kerugian dalam satu hektare. Bahkan lubang-lubang tambang yang bekas galian ditinggal begitu saja, dengan kedalaman hingga 20-30 meter.
“Pekerja saya pernah jatuh dua kali di dalam lubang itu. Beruntung ada temannya mendengar teriakan, kalau tidak bisa mati di dalam lubang itu. Penambang itu setelah melubangi, mereka akan pindah ke tempat lain mengikuti urat tanah,” tutupnya. (sas/uno)