Akan kah Blok Ambalat di Perbatasan Indonesia-Malaysia Selesai di Meja Perundingan?
MENTERI dalam negeri Indonesia Pak Tito Karnavian menyelesaikan patok perbatasan di sisi darat sepanjang perbatasan Indonesia – Malaysia, dalam hal ini antara Kalimantan Utara dengan Sabah pada tahun 2019.
Kesepakatan ini diperoleh telah menemui kesepakatan yang sekian lama terabaikan.
Akan tetapi di sisi batas laut belum mendapatkan porsi yang sama dalam kesepakatan kedua negara berbatasan ini.
Wilayah perbatasan laut mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Karena di wilayah tersebut tumbuh dan berkembang interaksi antar masyarakat dari kedua negara bertetangga, yang dapat berdampak positif maupun negatif dalam perkembangan selanjutnya.
Blok Ambalat (ambang batas laut) merupakan kelanjutan dari wilayah Kalimantan Utara. Hal ini sesuai dengan aturan landas kontinen dalam UNCLOS tahun 1982. Di mana dikatakan landas kontinen suatu negara kepulauan meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut. Teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya, hingga pinggiran laut tepi landas kontinen atau 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.
Bahkan lebar landas kontinennya bisa mencapai 350 mil laut. Sehubungan dengan telah diratifikasinya UNCLOS tahun 1982, Malaysia sebagai salah satu negara peserta konvensi diwajibkan untuk menyampaikan penetapan batas-batas landas kontinennya kepada Komisi batas Landas kontinnen PBB. Namun hingga kini Malaysia tidak pernah melakukannya sehingga secara juridis Peta 1979 tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan klaim terhadap beberapa negara di kawasan Asia pasifik, termasuk Indonesia.
Berbeda dengan kasus sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia mengenai kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Ligitan, pada kasus sengketa Blok Ambalat yang terletak di Laut Sulawesi, sesuai dengan UNCLOS 1982. Di mana Malaysia ikut meratifikasinya, maka dengan mengacu kepada panduan hukumnya, sudah jelas bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang sah atas Blok Ambalat.
Namun berhasil atau tidaknya penyelesaian sengketa Blok Ambalat ini tergantung dari bagaimana kelihaian dan kepiawaian Diplomat Indonesia dalam beradu argumentasi dengan pihak Malaysia dalam perundingan yang sudah, sedang dan akan dilakukan di meja perundingan.
Penyelesaian sengketa melalui konfrontasi bersenjata semaksimal mugkin dihindari karena akan merugikan kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat langsung konfrontasi, tetapi juga di bidang ekonomi dan sosial.
Secara politik, citra kedua negara akan tercoreng, paling tidak diantara negaranegara ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, dimana ASEAN didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik yang konfrontatif dapat menjatuhkan citra kedua negara di ASEAN.
Blok Ambalat yang secara geografis langsung berbatasan langsung dengan negara Malaysia dan kaya akan potensi sumber daya alam menjadikan Blok Ambalat menjadi rawan konflik. Sehingga jelas untuk mengetahui dasar hukum Malaysia untuk melakukan klaim atas sengketa kepemilikan terhadap Blok Ambalat, kesesuaian klaim Malaysia terhadap perbatasan Ambalat sesuai dengan UNCLOS 1982, cara penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Malaysia di perbatasan wilayah Ambalat menurut UNCLOS 1982 dan untuk mengetahui langkah-langkah hukum yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi klaim Malaysia atas perbatasan Ambalat.
Perlu sekiranya metode dalam penelitian ini berupa penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan latar belakang sejarah.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Ambalat yang di klaim Malaysia adalah milik Indonesia berdasarkan ketentuan konvensi hukum laut Internasional tahun 1982 karena Indonesia adalah negara kepulauan.
Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang hanya dibenarkan menarik garis pangkal normal (biasa) dan garis pangkal lurus apabila memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam unclos 1982. (*)
Penulis: Syarif Almahdali, SE.
Pemerhati Perbatasan 🇲🇾 malaysia 🇮🇩 Indonesia.
Kalimantan Utara