Dugaan Ijazah Bermasalah Oknum Anggota DPRD Diproses Dit Reskrimum Polda Kaltara

TANJUNG SELOR, tanjungselor.co – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Kaltara, telah memproses dua kasus dugaan ijazah bermasalah oleh oknum anggota DPRD saat mencalonkan diri sebagai calon anggota Legeslatif pada Pemilu 2024 lalu.

Dikonfirmasi terkait kasus ini, Kasubdit I Dit Reskrimum Polda Kaltara, Kompol Maulana AB membenarkan, jika tengah memproses laporan ini.

“Masih proses oleh anggota,” kata Maulana, saat dikonfirmasi termasih kasus dugaan ijazah bermasalah oleh oknum anggota DPRD di Kaltara tersebut, Jumat (30/08/2024).

Maulana tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Hal ini, dikarenakan penanganan perkara tersebut, sedang dalam proses penyelidikan oleh anggota Dit Reskrimum Polda Kaltara.

Seperti diketahui, ada dua oknum anggota DPRD di daerah berbeda di Kaltara yang diduga ijazahnya bermasalah, saat digunakan untuk pencalonan legeslatif pada Pemilu 2024 lalu.

Kanan

Mereka dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Oknum anggota DPRD pertama yang sempat dilaporkan ke Bawaslu Kaltara adalah SS, yang telah dilantik sebagai anggota DPRD Tarakan.

Oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Kaltara, laporan dari warga terhadap SS direkomendasikan ke Polda Kaltara. Karena hasil penulurusan Bawaslu, bukan masuk sebagai dugaan pelanggaran pemilu. Melainkan  pelanggaran non pemilu.

Berkas terkonfirmasi telah diserahkan ke Polda Kaltara pada Rabu (21/08/2024). Hal tersebut dibenarkan oleh Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi pada Bawaslu Kaltara, Fadliansyah.

“Bawaslu Kaltara merekomendasikan ke Polda karena mengandung dugaan pelanggaran peraturan perundang undangan lainnya, atau di luar UU pemilu. Jadi penanganannya di luar kewenangan Bawaslu” ungkap Fadliansyah kepada wartawan, pada akhir pekan lalu.

Sesuai tanda terima surat rekomendasi surat nomor 001/rekom-DPPL/LP/PL/PROV/24.00/VIII/2024 ini diterima pihak Polda Kaltara pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Sebelumnya, Bawaslu Kalimantan Utara merekomendasikan  laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu calon anggota DPRD Kota Tarakan terpilih, berinisial SS ke Polda Kaltara.

Dalam kesimpulannya, disebutkan, berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2024, Bawaslu Kaltara merekomendasikan terlapor (SS) ke Polda Kaltara.

Fadliansyah menerangkan, berkaitan dengan tindak lanjut laporan ini, telah dilakukan pertemuan pleno oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari Bawaslu Kaltara, Polda Kaltara dan Kejati Kaltim pada Kamis (15/8/2024).

Berdasar hasil pleno, ungkapnya, Bawaslu Kaltara menyimpulkan bahwa kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilaporkan, tidak dinaikkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian, karena terdapat beberapa barang bukti (BB) yang belum terpenuhi.

“Minimal dibutuhkan dua alat bukti untuk bisa naik ke tahap penyelidikan. Secara formil, dugaan ijazah palsu kurang kuat,” ungkapnya.

Meski demikian, kata Fadliansyah lagi, berdasar hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi ketidakobjektifan dan ketidakakuntabelan pada proses pendaftaran. Terutama dalam program pendidikan kesetaraan (paket) A, B, dan C.

Selain itu, dalam proses standar kelulusan paket B, dilakukan persyaratan untuk melampirkan rapor.

“Hasil pemeriksaan, terungkap bahwa baik dari PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) maupun terlapor, tidak ada rapor yang dilampirkan,” bebernya.

Atas dasar itu, Bawaslu Kaltara merekomendasikan dugaan pelanggaran pidana, terkait Peraturan Pemerintah (PP) 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 97 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional.

“Tetapi, rekomendasi ini sifatnya masih dugaaan,” tegasnya. Fadliansyah mengatakan, sesuai petunjuk teknis (juknis), meskipun masih bersifat dugaan atau mengandung peraturan perundang udangan lainnya, Bawaslu dapat merekomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk menindaklanjuti.

“Terlapor mengaku telah menempuh pendidikan formal hingga kelas 5  semester genap. Namun, kami tidak mendapat bukti berupa rapor dari terlapor,” ungkapnya.

Apabila terbukti melanggar regulasi, pelaku dapat dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta, sesuai Pasal 69 pada peraturan tersebut.

Dia menambahkan, apabila putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, yang bersangkutan berpotensi dilakukan penggantian antar waktu (PAW).

Kasus lainnya, Lembaga Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kalimantan Utara melaporkan dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan ijazah palsu atas kepemilikan ijazah Paket C milik oknum Anggota DPRD Bulungan, berinisial LL.

Ketua LIRA Kalimantan Utara, Abdul Rahman melalui Kuasa Hukumnya, Alif Putra Pratama menyebutkan, jika pihaknya telah melaporkan LL dan beberapa pihak lainnya ke Polda Kalimantan Utara, pada Selasa (27/8/2024). 

Alif Putra Pratama menerangkan, laporan tersebut telah diserahkan ke polisi sebagai dugaan tindak pidana umum. Di dalam laporan itu, kata Alif, telah terjadi dugaan pembuatan dan penggunaan ijazah palsu. 

Menurut dia, secara fakta hukum dari dokumen yang ada, proses pelaksanaan jenjang pendidikan oknum Anggota DPRD Kabupaten Bulungan berinisal LL diduga telah menyalahi aturan jenjang pendidikan yang ada.

Dia bahkan menjelaskan, berdasarkan pengecekan data NISN identitas pendidikan LL di Kemendikbud RI masih berstatus aktif dan belum selesai di satuan pendidikan. 

“Pada saat sebelum kami membuat laporan polisi di Polda Kaltara, kami telah menghimpun dan mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan penerbitan ijazah Pakt C saudara LL ini. Jadi berdasarkan surat keterangan dari PKBM, saudara LL yang pertama di situ disebutkan bahwa saudara LL ini baru selesai melaksanakan program pendidikan nonformal Paket A di tahun 2022.

Dan setelahnya dia melanjutkan ke program pendidikan nonformal Paket B di PKBM yang sama. Namun pada 13 Maret 2024, LL ini dikeluarkan dari PKBM dengan alasan mengundurkan diri, berdasarkan surat keterangan itu kita dapat menyimpulkan jika saudara LL ini di tahun 2024 sebenarnya belum menyelesaikan program pendidikan Paket B-nya,” pungkasnya. (*)

Related Articles

Back to top button