Jalan Mulus hingga Perbatasan, Sayang Telekomunikasi Masih Tersendat
Jelajahi Jalanan Kaltara Bersama Bang Suheriyatna (SHY) – bagian 1
START dari titik nol perbatasan Indonesia – Malaysia, tepatnya di Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan, tim jelajah jalanan Kalimantan Utara (Kaltara) yang dipimpin oleh Bang Suheriyatna mencatat beberapa hal yang menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk pemerintah, baik di daerah maupun pusat. Bagaimana perjalannya?
Pagi-pagi sekira pukul 07.00 Wita, Suheriyatna yang merupakan anggota Tim Pemantau dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional (TPE-PSN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR RI) bersama rombongan mulai bersiap di salah satu hotel di Nunukan.
“Kita akan menyeberang ke Sei Ular di Kecamatan Sei Menggaris. Informasinya lewat Sungai Bolong (di Pulau Nunukan),” kata Bang Yatna sapaan akrabnya sambil bersiap. Dibantu rekan di Nunukan, rombongan pun bergerak ke Sungai Bolong dengan menumpang satu unit mobil.
Sesampainya di Sungai Bolong, rombongan disambut motoris speedboat mesin 40 PK yang memang sebelumnya sudah dikasih tahu. “Perjalanan di laut dan sungai sekitar 40 menit,” kata sang motoris.
Perjalanan laut dan sungai yang berbatasan langsung dua Negara ini cukup unik, sekaligus mengasyikkan. Di sebelah kiri Indonesia, di sebelah kanan Malaysia. Di wilayah Sabah Malaysia ada ditempatkan pos jaga, oleh Tentara Marine (angkatan lautnya Malaysia). Begitu pula di seberangnya di Indonesia, ada pos jaga yang ditempati TNI AL. Tepatnya di Pos Sei Kaca.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 40 menit, speedboat yang ditumpangi rombongan sampai di dermaga Sei Ular. Cukup ramai di dermaga yang berada di Perbatasan ini.
Saat menginjak daratan Pulau Kalimantan itu, kita mulai disuguhi pemandangan jalan aspal yang cukup mulus. “Itu ujung jalan dari Sei Ular. Selain ini ada juga ujung jalan di perbatasan, tepatnya di Sei Menggaris,” kata Suheriyatna.
Setelah istirahat sejenak, sambil menikmati kopi hangat di dermaga Sei UIar yang cukup ramai, rombongan meneruskan perjalanan menuju Seimenggaris. Perjalanan ke Seimenggaris diperkirakan memakan waktu 30 menit.
Di sepanjang jalanan aspal yang cukup lebar dan mulus, disuguhi pemandangan di kanan kiri yang cukup indah. Namun sayang, di wilayah itu belum tersambung listrik. Meski di sepanjang jalan, sudah terpasang jaringan dan beberapa ruas ada pemasangan tiang.
Tak hanya itu, telekomunikasi pun tersendat. Tidak ada jaringan telepon seluler di daerah ini. Hanya pada titik-titik tertentu, seperti di antaranya di beberapa pos jaga TNI.
“Ini yang perlu menjadi perhatian oleh pemerintah, baik di daerah maupun pusat. Infrastruktur dasar berupa listrik dan telekomunikasi sangat penting. Ini juga menunjang perekonomian masyarakat,” kata Suheriyatna.
Begitu pun dengan infrastruktur jalan, dikatakan Suheriyatna, sejauh ini yang sudah terbangun mulus adalah berupa jalan backbone atau jalan utamanya. Sementara jalan feeder yang menghubungkan dari kawasan pemukiman, pariwisata, daerah pertanian, pusat ekonomi ke jalan utama belum ada. Di mana ini seharusnya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten, maupun Provinsi.
“Setelah jalan utama, harus ada jalan-jalan penghubung atau yang dinamakan feeder. Sementara yang ada ini baru backbone-nya,” imbuh Suheriyatna.
Perjalanan terhenti di Tugu Perbatasan antara Sei Menggaris – Serudong (Malaysia) yang merupakan titik nol perbatasan dari Indonesia, karena tanah di sebelah adalah di Malaysia. Dari titik ini, jalan menuju wilayah Kaltara hingga nanti ke Kaltim akan membentang panjang untuk menjadi rute penjelahan. (bersambung)