Nunukan Berpotensi Masuk Daftar Pulau Terluar, Terobosan untuk Percepat Pembangunan Infrastruktur
NUNUKAN – Pembangunan di Pulau Nunukan yang merupakan wilayah ibukota kabupaten diniliai lebih lamban dibandingkan pulau tetangganya, Sebatik. Utamanya dalam pembangunan infrastruktur, Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia, terlihat begitu pesat.
Salah satu faktor kenapa Sebatik lebih cepat pembangunannya, karena pulau yang di dalamnya mencakupi 5 kecamatan terseebut, masuk dalam daftar Pulau Terluar, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2017, tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Pulau Nunukan sendiri berpotensi sama dengan Sebatik, bisa mendapat dukungan anggaran dari pusat untuk membangun infrastruktur. Hal itu jika Nunukan masuk daftar pulau terluar.
Apa bisa Nunukan masuk pulau terluar? Tim Pemantau dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional (TPE-PSN) Kementerian PUPR RI Dr Suheriyatna MSi meyakini hal itu sangat memungkinkan untuk bisa masuk.
Dari segi persyaratan, Nunukan memenuhi untuk menjadi pulau terluar. Di antaranya berada di perbatasan negara. Kemudian berada di wilayah terluar. “Dari 111 pulau, di Kaltara hanya ada 2 yang masuk sebagai pulau terluar. Yaitu Sebatik dan Karang Unarang. Sementara Karang Unarang ini, merupakan perairan bukan pulau yang ada penduduknya,” ungkap Suheriyatna.
Selain Nunukan, Pulau Bunyu di Kabupaten Bulungan juga layak masuk dalam daftar Pulau terluar sesuai Perpres 6 Tahun 2017. Apalagi di Pulau Bunyu ada objek vital nasional, berupa tempat industri hulu minyak dan gas (Migas). Juga ada beberapa pulau yang adi perariran batas negara, seperti salah satunya Pulau Burung.
“Bisa ambil contoh di wilayah perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau. Di sana banyak yang masuk dalam Perpres Pulau Terluar. Di Kaltara yang juga provinsi perbatasan, seharusnya juga demikian. Banyak pulau di sini yang berada di perariran terluar,” ujarnya.
Lantas bagaimana mekanisme pengusulannya? Suheriyatna menjelaskan, dari Pemerintah Daerah melalui Bupati yang diteruskan ke Gubernur membuat usulan, yang disertai dengan kelengkapan data-data yang menjadi persyaratan. “Setelah itu, Gubernur yang mengajukan usulan ke pusat. Nanti ada tim dari pusat yang menentukan memenuhi syarat atau tidaknya,” kata Suheriyatna.
Suheriyatna mengatakan, dengan masuk dalam daftar pulau terluar memiliki banyak keuntungan. Utamanya dalam hal dukungan dana dari pusat melalui APBN.
“Contoh di Nunukan, jalan lingkar. Saat ini belum bisa dilanjut, karena pemerintah daerah tidak punya anggaran cukup. Berbeda kalau sudah masuk pulau terluar, saya yakin nanti akan diselesaikan dengan dukungan dana dari pusat melalui APBN. Ini bisa dilihat di Sebatik, jalan lingkarnya sekarang sudah dibangun mulus, itu karena dukungan dari APBN,” kata Suheriyatna saat meninjau langsung jalan lingkar di Nunukan dan Sebatik beberapa waktu lalu.
Suheriyatna menambahkan, yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen dan keseriusan Pemerintah Daerah bersama DPRD untuk mengusulkan itu.
Untuk diketahui, dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Keppres Nomor 6 Tahun 2017, berisi mengenai penetapan 111 pulau-pulau kecil terluar di Indonesia.
Penetapan ini berdasarkan pertimbangan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 37 Tahun 2008 yang intinya terdapat perubahan jumlah pulau-pulau kecil terluar menjadi 111 pulau.
Menurut Keppres ini, Pulau-Pulau Kecil Terluar disusun dalam daftar yang terdiri dari nama pulau, nama lain pulau, perairan, koordinat titik terluar, titik dasar dan petunjuk jenis garis pangkal, dan provinsi.
Daftar-daftarnya dijabarkan pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Keppres ini.
Pada saat Keppres ini mulai berlaku, ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (*)